Organisasi yang bergerak disektor pendidikan dan ekonomi, Yang percaya akan kekutan massa. Garis politik "Pembebasan Nasional Melawan Imperialisme" Mahasiswa adalah Solidarity of maker.
Kamis, Agustus 12, 2010
Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Kenaikan Harga Bukti Kegagalan Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR
Pernyataan Sikap
Oleh kppsmiGerakan Perlawanan Nasional 7 Agustus
STATEMENT GERAKAN PERLAWANAN NASIONAL 7 AGUSTUS
Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Kenaikan Harga Bukti Kegagalan Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR
I. Kenaikan TDL adalah skenario untuk meliberalkan atau swastanisasi Industri Listrik.
Rakyat miskin, yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia terus dibebani kehidupannya oleh kebijakan Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR. Persekongkolan jahat untuk menaikkan tarif dasar Listrik, akan berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok terutama harga pangan.
Sistem kapitalisme memberikan kesempatan pada swasta untuk mengusai pangan dari hulu ke hilir, sehingga demi keuntungan yang lebih besar, rakyat miskin harus membayar lebih banyak. Hal yang sama juga terjadi pada listrik, dimana sebagai salah satu kebutuhan vital masyarakat seharusnya dikuasai oleh negara (tentu saja seharusnya negara yang karakternya kerakyatan, bukan negara pro modal dan korup) sehingga seluruh rakyat dapat menikmati fasilitas listrik dengan murah dan aman. Namun yang dilakukan oleh Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR justru sebaliknya, Membuat kebijakan energi (juga listrik) yang hanya menguntungkan segelintir orang pemilik modal dan pemegang kekuasaan, yaitu pihak swasta internasional dan dalam negeri ditambah pejabat-pejabat negara. Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR saat ini sesungguhnya melanjutkan apa yang sudah dikerjakan oleh Rezim Antek Kapitalis sebelumnya. Karena dalam konteks energi listrik, Rezim Antek Kapitalis Megawati sudah mengesahkan UU Ketenagalistrikan Nomor 20 tahun 2002 yang membuka kesempatan luas bagi swasta untuk ikut mengendalikan listrik di Indonesia, walaupun kemudian UU ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Di akhir masa jabatan Rezim Antek Kapitalis SBY-JK, lahirlah UU Ketenagalistrikan Nomor 30 tahun 2009. Namun dengan semangat yang sama dengan UU Kelistrikan Rezim Antek Kapitalis Megawati. Pada intinya adalah memecah usaha ketenagalistrikan secara vertikal maupun horisontal serta memperbolehkan pihak swasta (Internasional maupun dalam negeri) untuk mengusai industri listrik ini, baik di pembangkit, transmisi, distribusi maupun hingga ritel. Kebijakan ini semakin mendorong harga listrik yang semakin mahal di Indonesia.
STATEMENT GERAKAN PERLAWANAN NASIONAL 7 AGUSTUS
Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Kenaikan Harga Bukti Kegagalan Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR
I. Kenaikan TDL adalah skenario untuk meliberalkan atau swastanisasi Industri Listrik.
Rakyat miskin, yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia terus dibebani kehidupannya oleh kebijakan Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR. Persekongkolan jahat untuk menaikkan tarif dasar Listrik, akan berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok terutama harga pangan.
Sistem kapitalisme memberikan kesempatan pada swasta untuk mengusai pangan dari hulu ke hilir, sehingga demi keuntungan yang lebih besar, rakyat miskin harus membayar lebih banyak. Hal yang sama juga terjadi pada listrik, dimana sebagai salah satu kebutuhan vital masyarakat seharusnya dikuasai oleh negara (tentu saja seharusnya negara yang karakternya kerakyatan, bukan negara pro modal dan korup) sehingga seluruh rakyat dapat menikmati fasilitas listrik dengan murah dan aman. Namun yang dilakukan oleh Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR justru sebaliknya, Membuat kebijakan energi (juga listrik) yang hanya menguntungkan segelintir orang pemilik modal dan pemegang kekuasaan, yaitu pihak swasta internasional dan dalam negeri ditambah pejabat-pejabat negara. Rezim Antek Kapitalis SBY-Boediono-DPR saat ini sesungguhnya melanjutkan apa yang sudah dikerjakan oleh Rezim Antek Kapitalis sebelumnya. Karena dalam konteks energi listrik, Rezim Antek Kapitalis Megawati sudah mengesahkan UU Ketenagalistrikan Nomor 20 tahun 2002 yang membuka kesempatan luas bagi swasta untuk ikut mengendalikan listrik di Indonesia, walaupun kemudian UU ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Di akhir masa jabatan Rezim Antek Kapitalis SBY-JK, lahirlah UU Ketenagalistrikan Nomor 30 tahun 2009. Namun dengan semangat yang sama dengan UU Kelistrikan Rezim Antek Kapitalis Megawati. Pada intinya adalah memecah usaha ketenagalistrikan secara vertikal maupun horisontal serta memperbolehkan pihak swasta (Internasional maupun dalam negeri) untuk mengusai industri listrik ini, baik di pembangkit, transmisi, distribusi maupun hingga ritel. Kebijakan ini semakin mendorong harga listrik yang semakin mahal di Indonesia.
Label:
Pernyataan Sikap
Langganan:
Postingan (Atom)